- "Seni, Cinta, dan Takdir: Kisah Perjalanan Tantri Subekti" - Jendela Jiwa -"Tantri Subekti"

"Seni, Cinta, dan Takdir: Kisah Perjalanan Tantri Subekti"

 17 April2025 - Jendela Jiwa - "Tantri Subekti"

Perjalanan Takdir Tantri Subekti
Menelusuri Jejak Takdir di Tanah Jawa dan Dumai

Perjalanan waktu adalah alunan takdir yang tak pernah kita duga. Aku lahir di kota Wonosobo yang dingin, sebuah kota yang seakan dibalut kabut pagi yang penuh misteri. Dari sana, perjalanan hidupku mengalir, mengarungi sungai takdir yang membawa langkahku ke Yogyakarta, tempat di mana aku menuntaskan ilmu dan berjuang dengan segala mimpi.

 Lahir di tengah Desember yang penuh keheningan, aku diberi nama Tantri Subekti. Nama yang lahir bersama fajar subuh, di saat pagi pertama kali menyentuh bumi. Ayah, dengan hati yang penuh harapan, memberikan nama Tantri, terinspirasi oleh kisah tokoh Bali yang berjiwa luhur, dan Subekti, yang berarti fajar yang berbakti—sebuah doa agar aku menjadi cahaya yang memberikan makna, seperti sinar fajar yang menyentuh bumi dengan penuh kebajikan.


Darah Seni yang Mengalir di Keluarga
Ketika Seni Menjadi Bagian Tak Terpisahkan dari Kehidupan

Dalam keluarga yang dibesarkan oleh darah seni, aku adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Darah seni mengalir deras dalam kami semua. Kakakku yang ketiga, seorang pelukis, karyanya menghiasi monumen di Jakarta, sementara kakakku yang keenam memiliki suara yang menawan, yang selalu menggema di panggung-panggung pertandingan tarik suara. Aku, yang sejak kecil terbiasa mendengarkan lantunan lagu-lagu Jawa klasik dari ibuku, merasa seni adalah napasku. Ibu sering menyanyikan lagu-lagu seperti Dandang Gulo, dengan suara lembutnya yang menenangkan. Lagu itu kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kenangan indah masa kecilku.


Perjalanan Cinta dan Takdir yang Tak Terduga
Dari Yogyakarta ke Dumai: Menjalani Kehidupan yang Tertulis dalam Takdir

Aku melangkah ke Yogyakarta, sebuah kota yang penuh dengan kerinduan akan seni dan sastra. Di sana, aku tidak hanya menuntut ilmu, tetapi juga menemukan banyak teman dan sahabat dalam dunia seni. Salah satu dari mereka adalah Bapak Jabrohim, yang mengajarkan aku bagaimana sastra dan seni bisa menjadi nafas hidup. Di tengah kesibukanku, aku bergabung dengan berbagai organisasi, salah satunya Kops Dakwah Pedesaan, yang membawaku lebih dekat dengan berbagai cerita kehidupan.

Namun, takdir mengarahkanku ke jalan yang tak pernah aku bayangkan. Di tahun akhir perkuliahanku, setelah menyelesaikan KKN, aku bertemu dengan Mas Kusrijanto. Cinta kami berkembang dalam perjalanan yang tak terencana, seolah diatur oleh tangan tak terlihat. Dengan hati yang penuh ragu, aku menerima pinangan Mas Kusrianto, dan kisah takdirku pun membawa langkahku menuju Kota Dumai—sebuah tempat yang namanya terdengar asing di telingaku. Dumai, kota yang terpatri hanya dalam peta, kini menjadi rumahku.


Dumai: Mencari Makna dalam Kehidupan yang Baru
Menghargai Jarak dan Menemukan Kehidupan Baru di Tanah Melayu

Dumai, yang awalnya terasa jauh, kini menjadi bagian dari hidupku. Ibu sempat melarangku untuk menikah dengan orang yang bukan berasal dari Jawa, takut jarak akan membuatku jauh dari keluarga. Namun, takdir tak bisa ditentang. Aku menikah dengan orang Sidoarjo yang kemudian ditugaskan di kilang Pertamina Dumai. Meskipun awalnya jarak terasa menganga, kami berdua menemukan cara untuk mengisi kekosongan itu dengan cinta dan pengertian. Mas Kusrianto yang disiplin, seorang pria yang berpikiran terencana, berhasil melengkapi hidupku yang penuh dengan seni yang kadang tak terstruktur, namun selalu penuh dengan kepastian.

Tahun pertama kami di Dumai terasa begitu asing. Kami menginjakkan kaki di bandara Pinang Kampai, sebuah bandara kecil yang mengantarkan kami ke sebuah dunia baru. Rumah di kompleks Pertamina terasa sunyi, dan sepi itu, meskipun kadang menenangkan, sering kali menjadi ruang yang menakutkan bagiku. Namun, di tengah kesunyian itu, aku menemukan kenyamanan dalam berkarya, didukung oleh suami yang selalu memberikan ruang untukku untuk mengekspresikan diri.


Menumbuhkan Keluarga dan Berkarya di Dumai
Berkarya dan Menghadirkan Makna dalam Setiap Langkah Hidup

Waktu berlalu, dan dengan hadirnya anak-anak, kami mulai menemukan makna baru dalam hidup. Anak pertama kami kini kuliah di jurusan Teknik Kimia, sementara anak kedua, yang sejak kecil menyukai seni, memilih kuliah di jurusan animasi dan perfilman di Malaysia. Anak ketiga, yang kini berada di sekolah internasional di Yogyakarta, dan si bungsu yang masih SMP di Dumai, menjadikan rumah kami penuh dengan kisah hidup yang tak terhitung jumlahnya.

Setelah tujuh tahun di Dumai, kami memulai usaha dekorasi yang menyulap kebosanan menjadi kegembiraan, hobi yang akhirnya menjadi bagian dari hidup kami. Dua puluh dua tahun telah berlalu, dan meskipun kami datang dari Jawa, Dumai kini telah menjadi rumah bagi hati kami. Anak-anak kami, yang dibesarkan dengan dua budaya, kini merasa mereka adalah bagian dari Dumai. Mereka tahu betul, Dumai telah mengajarkan mereka banyak hal—dari tradisi, bahasa, hingga makanan yang kaya rasa.

Dumai memberikan makna yang dalam bagi kami, sebagai tempat yang tak hanya menumbuhkan kehidupan fisik, tetapi juga kehidupan batin yang penuh dengan kenangan indah dan pembelajaran.


Seni: Menghidupkan Ruang dan Kehidupan
Seni Sebagai Sarana Menyentuh Jiwa dan Menciptakan Kenangan

Seni adalah bahasa yang menghubungkan jiwa dengan dunia. Sejak SMP, dunia seni sudah mengalir dalam hidupku. Bakat yang terpendam dalam diri ini mulai terasah lewat tarik suara dan puisi. Setiap kali aku mengikuti lomba, baik itu lomba baca puisi atau tarik suara, aku merasa ada bagian dari diriku yang berbicara melalui kata-kata dan melodi. Ketika kuliah, aku sempat menjuarai lomba puisi tingkat Jawa-Bali, yang kemudian membawaku menjadi penyiar radio dan MC di berbagai acara kenegaraan.

Namun, seni bukan hanya tentang kompetisi atau prestasi. Seni adalah cara untuk mengekspresikan perasaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Bergabung dengan teater Emha saat di SMA Muhammadiyah Wonosobo, dan kemudian dengan teater Salahudin E. M. Ainun Najib, mengajarkanku banyak hal tentang kehidupan dan seni. Dunia teater membawaku ke banyak tempat—Surabaya, Jakarta, Lampung—dan mempertemukanku dengan tokoh-tokoh besar negeri ini.

Di tahun 2007, saat anak bungsuku lahir, aku kembali diberi kesempatan oleh suami untuk terjun ke dunia seni. Saat itu, aku dipertemukan dengan Bang Ahyar dari sanggar Biduk Betuah, yang mengajakku untuk kembali berkarya. Karya pertama yang kami garap adalah Terali Penyayir, sebuah karya teater yang memakan waktu sebulan lebih untuk menyempurnakannya. Mengasah karakter pemain yang belum memahami teater adalah tantangan besar, namun itu juga yang membuat karya itu menjadi begitu istimewa.

Seni mengajarkanku untuk selalu jujur, untuk selalu melihat dunia dengan mata yang lebih dalam. Seni tidak hanya menghidupkan ruang, tetapi juga kehidupan itu sendiri. Dan aku akan selalu mengenang setiap orang yang pernah singgah dalam hidup kami, karena tanpa mereka, perjalanan ini tidak akan terwujud.

Kenangan dalam Karya: Puisi dan Teater Padepokan Bambu

Di antara jejak langkah perjalanan hidup, ada karya yang mengalun lembut, mengisi ruang kosong dengan makna dan keindahan. Salah satu momen indah itu terekam dalam puisi karya anakku, yang kami bacakan dengan penuh perasaan, mengalir seperti aliran sungai yang membawa kedamaian dalam relung tenggelamnya matahati.

Puisi Karya Anakku
Bacaan puisi yang tak hanya sekadar kata, tetapi adalah sebuah doa dan harapan, menghantar kami menyelami dunia batin yang lebih dalam. Dengarkan puisi karya anakku di sini.

Sementara itu, dunia teater kembali menjadi ruang untuk berkarya, tempat di mana karakter hidup dan berbicara. Teater Padepokan Bambu mengajak kita merenung, menghidupkan sebuah kisah yang sarat makna. Sebuah perjalanan seni yang tak terlupakan, melalui perjuangan dan semangat bersama.

Teater Padepokan Bambu
Dengan tangan-tangan kreatif dan semangat yang membara, kami mempersembahkan karya ini untuk dunia. Tonton Teater Padepokan Bambu di sini.
Saksikan Teater Padepokan Bambu lainnya di sini.

Dalam setiap karya, ada sudut pandang yang berbeda, seperti sebuah lensa yang memperlihatkan keindahan dari segala sisi. Tantri Subekti - Sudut Pandang mengajak kita untuk melihat dunia dari perspektif yang lebih dalam, untuk memahami setiap detil kehidupan.

Tantri Subekti - Sudut Pandang
Dengan mata hati yang jernih, kami berbagi pandangan, semoga bisa menyentuh hati setiap insan yang menyaksikan. Tonton video Tantri Subekti - Sudut Pandang di sini.

0 Comments

🏠 Home