- Air Mata yang Tertahan di Patani Ketika Adzan Menyentuh Langit yang Lama Sunyi - Jendela Jiwa -"Tantri Subekti"

Air Mata yang Tertahan di Patani Ketika Adzan Menyentuh Langit yang Lama Sunyi


📝 Oleh: Tantri Subecti
📅 Patani, Thailand Selatan


“Tiba-tiba, suara adzan menggema. Kami tak berkata apa-apa. Hanya diam. Sebagian dari kami menunduk. Sebagian lagi menahan air mata. Di negeri asing, ternyata inilah suara yang paling dirindukan.”


Di sudut selatan Thailand, ada wilayah kecil bernama Patani — tempat di mana Islam masih bertahan di tengah dominasi budaya Buddha. Kami datang ke sana sebagai musafir ilmu, bersama para mahasiswa, tanpa menyangka bahwa perjalanan ini akan mengguncang hati kami sedalam itu.

Selama di Thailand, kami nyaris tak mendengar adzan. Waktu-waktu salat tiba tanpa penanda. Setiap kali makan, kami harus waspada: bertanya tentang kehalalan, memeriksa, kadang menahan diri. Di negeri ini, menjadi Muslim adalah perjuangan sunyi.

Namun Patani memberi rasa yang berbeda.


🌙 Ketika Adzan Itu Kembali

Untuk pertama kalinya dalam perjalanan ini, adzan berkumandang. Suaranya tak lantang, tapi cukup untuk membuat kami terdiam. Langit Patani seolah membuka pelukannya. Kami, yang lama haus suara langit, merasa pulang meski jauh dari rumah.

Di Patani, kami menemukan kembali jejak Islam: masjid yang hidup, makanan halal yang mudah, dan masyarakat yang lembut tapi teguh memegang iman.


💍 Pernikahan yang Membuat Kami Tunduk Haru

Yang paling menggugah adalah saat kami menyaksikan pernikahan Muslim di Patani. Tak ada pesta besar. Tak ada gemerlap dekorasi. Tapi ada keberanian dan kesederhanaan yang anggun. Di tengah dominasi agama Buddha, pernikahan itu seperti sebuah deklarasi iman yang sunyi namun kuat.

"Pernikahan ini bukan hanya menyatukan dua hati, tapi juga menyatukan kami semua dalam haru. Kami melihat Islam bukan dalam kata-kata, tapi dalam tindakan."

 


✨ Pelajaran dari Langit Patani

Perjalanan ke Patani bukan sekadar kunjungan budaya. Ia adalah ziarah ke dalam diri sendiri. Kami belajar bahwa di tengah keterasingan, kita tetap bisa menjadi Muslim yang utuh — selama kita menjaga iman, dengan lembut tapi kokoh.

0 Comments

🏠 Home